PINRANG 13 News : Setelah puluhan tahun menjadi sumber ketegangan, sengketa lahan seluas kurang lebih 50 are di Desa Paria, Kecamatan Duampanua, Kabupaten Pinrang akhirnya berhasil diselesaikan secara damai melalui proses mediasi yang difasilitasi oleh Kepala Desa Paria, H. Paluseri.
Kegiatan mediasi tersebut bertempat di Kantor Desa Paria, Kecamatan Duampanua, pada hari Jumat tanggal 3 Oktober 2025, dan dihadiri oleh Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Lasinrang) Sukri, S.Pd.I., S.H, serta Sekretaris LBH Lasinrang, Hasjuddin, S.H, yang juga merupakan Penasehat Hukum Himpunan Insan Pers Solidaritas Indonesia (HIPSI) Kabupaten Pinrang. Mediasi ini turut disaksikan oleh Bhabinkamtibmas, Babinsa dan tokoh masyarakat setempat.
Perselisihan yang telah berlangsung sejak tahun 1990-an ini melibatkan dua pihak, yakni Ahli Waris Lanusu atas nama Sule dan Ahli Waris H. Beddu atas nama Hainuddin. Objek yang menjadi sengketa adalah lahan persawahan dan empang seluas sekitar 50 are.
Sengketa tersebut sempat memanas karena Sule, ahli waris Lanusu, selama ini menguasai lokasi lahan, sementara Hainuddin, ahli waris H. Beddu, memegang surat putusan Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrah).
Namun berkat pendekatan persuasif dan komunikasi intens dari Pemerintah Desa Paria bersama LBH Lasinrang, kedua belah pihak akhirnya sepakat menyelesaikan masalah dengan cara damai. Dalam hasil mediasi tersebut, kedua pihak sepakat untuk membagi dua lahan yang menjadi objek sengketa secara adil dan kekeluargaan.
Kepala Desa Paria, H. Paluseri, pada Rabu (8/10/2025) menyampaikan rasa syukurnya atas keberhasilan mediasi tersebut.
> “Alhamdulillah, berkat itikad baik kedua pihak dan dukungan tokoh masyarakat, persoalan yang sudah berlangsung puluhan tahun ini akhirnya bisa diselesaikan dengan damai. Tidak ada yang kalah atau menang, yang terpenting adalah terciptanya kedamaian dan silaturahmi di antara warga,” ujarnya.
Sementara itu, Sukri, S.Pd.I., S.H, Ketua LBH Lasinrang, mengapresiasi seluruh pihak yang telah terlibat dalam penyelesaian sengketa tersebut.
> “Kami mengedepankan pendekatan kekeluargaan dan musyawarah, karena tujuan utama kami adalah menjaga harmoni sosial di tengah masyarakat,” jelasnya.
Sedangkan Sekretaris LBH Lasinrang, Hasjuddin, S.H, menegaskan bahwa proses perdamaian ini menjadi contoh nyata penerapan hukum perdata yang bijak dan berkeadilan.
> “Satu hal yang bisa kita pelajari bersama adalah bahwa dalam hukum perdata itu sangat fleksibel. Sebagai mana pasal 1338 KUH Pedata. Ia memberi ruang bagi kedua belah pihak untuk menemukan titik damai tanpa ada yang dirugikan. Inilah esensi dari keadilan yang berkeadaban,” ungkap Hasjuddin.
Dengan tercapainya kesepakatan damai ini, masyarakat Desa Paria berharap kasus sengketa lahan tersebut benar-benar menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya menyelesaikan persoalan hukum melalui jalur musyawarah dan kekeluargaan.(*)